Menyusun Perencanaan
Audit TSI
Pencapaian 2: Menyusun
Perencanaan Audit TSI
AFRIDA DAMAYANTI 10114416 4KA08
UNIVERSITAS GUNADARMA
Perencanaan
audit harus disusun dengan mempertimbangkan resiko yang dihadapi organisasi
yang akan diauditnya. Dalam hal ini, auditor internal harus memanfaatkan output
dari hasil penilaian resiko dalam perancangan program audit. Oleh karena itu,
auditor perlu memahami proses berikut alat yang digunakan dalam penilaian
resiko tersebut.
Yang
dimaksud dengan penilaian resiko adalah kegiatan identifikasi dan analisis
terhadap resiko yang relevan dalam upaya pencapaian tujuan organisasi sebagai
dasar untuk menentukan cara pengelolaan resiko tersebut. Penilaian resiko
tersebut penting untuk dilakukan sebab kondisi perekonomian, industri,
regulasi, dan operasional organisasi terus berubah, perubahan tersebut
meliputi:
1. Adanya
regulasi yang baru pada bidang perpajakan, ketenaga-kerjaan, ekspor-import,
2. Masuknya
kompetitor baru ke industri dimana perusahaan berada,
3. Kompetitor
mengenalkan produk baru, dan
4. Penggunaan
teknologi baru.
Dalam
kerangka pengendalian internal, manajemen harus melakukan penilaian risiko yang
dihadapi organisasinya, sehingga dapat menerapkan bentuk/ prosedur pengendalian
yang tepat. Auditor internal berkepentingan untuk menilai pengendalian yang ada
pada aktivitas/ operasional organisasi, sehingga bila resiko teridentifikasi,
maka auditor dapat menentukan prosedur pengendalian yang seharusnya ada untuk
memastikan bahwa tujuan organisasi dapat tercapai, dan bila resiko tersebut
tidak tertangani dengan baik, maka auditor dapat menentukan rekomendasi yang
tepat bagi manajemen untuk memperbaiki pengendalian/ operasionalnya. Lebih
spesifik, dalam konteks audit keuangan, penilaian risiko berguna untuk
menentukan resiko audit. Resiko audit diartikan sebagai tingkat ketidakpastian
tertentu yang dapat diterima auditor dalam pelaksanaan auditnya, seperti
ketidakpastian validitas dan reliabilitas bukti audit dan ketidakpastian
mengenai efektivitas pengendalian internal. Umumnya resiko tersebut sulit
diukur, sehingga perlu ketelitian dan kehati-hatian. Resiko audit terdiri atas
resiko inheren/ bawaan, resiko pengendalian, dan pendeteksian.
1. Resiko
Inheren
Resiko inheren
berkenaan dengan kemungkinan adanya
kekeliruan dalam segmen audit yang melampaui batas toleransi sebelum
memper-hitungkan faktor efektivitas pengendalian internal. Resiko inheren
adalah faktor kerentanan laporan keuangan terhadap kekeliruan yang material
dengan asumsi tidak adanya pengendalian internal. Oleh karena itu bila risiko
inheren tinggi, maka auditor harus mengumpulkan bukti audit yang lebih banyak.
Faktor-faktor yang
perlu ditelaah auditor dalam menetapkan risiko inheren adalah sifat bidang
usaha organisasi, integritas manajemen, motivasi manajemen, hasil audit
sebelumnya, hubungan istimewa, transaksi non rutin, dan kerentanan terhadap
fraud.
2. Resiko
Pengendalian
Risiko pengendalian
berkenaan dengan kemungkinan adanya kekeliruan dalam segmen audit yang
melampaui batas toleransi yang tidak terdeteksi atau tidak dapat dicegah oleh
pengendalian internal. Resiko pengendalian dipengaruhi oleh faktor efektivitas
pengendalian internal, dan keandalan penetapan risiko yang direncanakan
(penetapan di bawah 100%), oleh karena itu bila resiko pengendalian ditetapkan
tinggi, maka auditor harus mengumpulkan bukti audit yang lebih banyak.
3. Resiko
Pendeteksia
Resiko pendeteksian
berkenaan dengan kemungkinan terjadinya kekeliruan dalam segmen audit yang
melampaui batas toleransi yang tidak terdeteksi karena pengujian menggunakan
uji petik, prosedur audit yang tidak tepat/ salah aplikasi, kekeliruan
interpretasi atas hasil implementasi prosedur audit. Guna meminimalkan risiko
pendeteksian, auditor harus mengembangkan perencanaan audit secara tepat, dan
melakukan supervisi atas pelaksanaan audit.
Konsep audit berbasis
risiko menempatkan kegiatan observasi dan analisis terhadap pengendalian
sebagai starting point, kemudian mengembangkan auditnya pada bidang/ area yang
memerlukan pengujian dan evaluasi lebih lanjut. Bila pengendalian internal
lemah (artinya risiko pengendalian tinggi), maka auditor cenderung untuk
memperluas ruang lingkup auditnya, sehingga dia memperoleh kayakinan bahwa
tanggungjawab auditnya dapat dilaksanakan sesuai dengan standar profesional
yang berlaku.
A. PERENCANAAN
AUDIT
1. Fungsi
Perencana Audit
Sebelum melaksanakan
pekerjaan audit, terlebih dahulu auditor internal harus menyusun rencana audit
secara sistematis. Rencana audit tersebut berfungsi sebagai:
a.
Pedoman pelaksanaan audit,
b.
Dasar untuk menyusun anggaran,
c.
Alat untuk memperoleh partisipasi
manajemen,
d.
Alat untuk menetapkan standar,
e.
Alat pengendalian, dan
f.
Bahan pertimbangan bagi akuntan publik
yang diberi penugasan oleh perusahaan.
2. Hal-hal
Yang Perlu Diperhatikan
Hal yang harus dipertimbangkan oleh
auditor dalam perencanaan audit adalah:
a.
Masalah yang berkaitan dengan bisnis
satuan usaha tersebut dan industri dimana satuan usaha tsb beroperasi
didalamnya,
b.
Kebijakan dan prosedur akuntansi satuan
usaha tersebut,
c.
Metode yang digunakan oleh satuan usaha
tersebut dalam mengolah informasi akuntansi,
d.
Penetapan tingkta resiko pengendalian
yang direncanakan,
e.
Pertimbangan awal tentang materialitas
untuk tujuan audit,
f.
Pos laporan keuangan yang mungkin
memerlukan penyesuaian.
g.
kondisi yang mungkin memerlukan
perluasan atau pengubahan pengujian audit, dan
h.
Sifat audit yang dilaporkan akan
diserahkan kepada pemberi tugas.
3. Isi
Perencanaan Audit
Isi audit plan (perencanaan audit)
meliputi tiga hal pokok yang terdidi dari:
a.
Hal-hal mengenai client,
b.
Hal-hal yang mempengaruhi client, dan
c.
Rencana kerja Auditor.
4. Metode
Dalam Perencanaan Audit
Secara umum, rencana
audit disusun setelah auditee ditetapkan. Yang dimaksud dengan auditee adalah
entitas organisasi, atau bagian/ unit organisasi, atau operasi dan program
termasuk proses, aktivitas dan kondisi tertentu yang diaudit. Penyeleksian
auditeedapat dilakukan dengan 3 (tiga) metode, yaitu:
a. Systematic
selection
Bagian audit internal menyusun suatu
jadwal audit tahunan yang berkenaan dengan audit yang diperkirakan akan
dilaksanakan. Secara tipikal jadwal tersebut dikembangkan dengan
mempertimbangkan risiko. Auditee potensial yang menunjukkan tingkat risiko yang
tinggi mendapat prioritas untuk dipilih.
b. Ad
Hoc Audits
Metode ini digunakan dengan
mempertimbangkan bahwa operasi tidak selalu berjalan tepat seperti yang
direncanakan. Manajemen dan dewan komisaris sering menugaskan auditor internal
untuk mengaudit bidang/ area fungsional tertentu yang dipandang bermasalah.
Dengan demikian manajemen dan dewan komisaris memilih auditee bagi auditor
internal.
c. Auditee
Requests
Beberapa manajer merasa bahwa mereka
memerlukan input dari auditor internal untuk mengevaluasi kelayakan dan
keefektifan pengendalian internal serta pengaruhnya terhadap operasi yang
berada di bawah supervisinya. Oleh karena itu, mereka mengajukan permintaan
untuk diaudit. Tetapi dalam hal ini auditor internal tetap harus
mempertimbangkan risiko dan prioritasnya.
5. Kegiatan
Dalam Perencanaan Audit
Rencana audit harus
disusun dan didokumentasikan dengan baik dan meliputi kegiatan-kegiatan sebagai
berikut:
a. Penetapan
tujuan dan ruang lingkup audit
Secara umum tujuan
fungsi audit internal adalah untuk membantu manajemen dalam mencapai
akuntabilitasnya dan memberikan solusi alternatif utnuk memperbaiki
pengendalian manajemen. Secara individual, tujuan audit internal dapat
diklasifikasikan berdasarkan 3 (tiga) kategori aktivitas audit.
b. Review
atas file audit
Review ini dilakukan
dengan cara mempelajari kembali laporan-laporan dan informasi dari file audit
yang telah dilakaukan sebelumnya. Review ini bermanfaat untuk mengenal sifat
operasi sebagai bahan untuk melaksanakan survai pendahuluan.
c. Menyeleksi
tim audit
Kegiatan ini dilakukan
dengan mepertimbangkan beban tanggung-jawab yang akan dipikul oleh
masing-masing staf auditor, dan keahlian yang diperlukan untuk mengaudit
bidang-bidang tertentu.
d. Komunikasi
pendahuluan dengan auditee dan pihak lain yang berkepentingan
Kegiatan ini dilakukan
untuk mengkomunikasikan hal-hal yang berkenaan dengan pekerjaan yang akan
dilakukan. Mengakomodasikan akses terhadap fasilitas, catatan dan personal,
serta untuk memperoleh informasi dari auditee atau pihak lain yang terkait.
e. Mempersiapkan
program audit pendahuluan
Program audit
pendahuluan ini memuat informasi seperti sasaran dan tujuan, serta ruang
lingkup audit, pertanyaan-pertanyaan khusus yang harus terjawab selama audit
dilaksanakan, prosedur audit yang akan digunakan, dan bukti-bukti yang akan
diuji.
f. Merencanakan
laporan audit
Laporan audit merupakan
media untuk mengkomunikasikan hasil audit kepada pihak-pihak yang berkepentingan
dlam organisasi. Konsekuensinya, auditor harus mulai berfikir mengenai
bagaimana laporan akan disusun, kapan akan diberikan/ dikirimkan, dan siapa
yang akan menerima laporan tersebut. Tujuannya adalah untuk mengantisipasi
detail (rincian) yang akan disajikan dalam laporan dan untuk mengembangkan
beberapa parameter dasar.
g. Persetujuan
atas program audit dari kepala bagian audit internal
Hal ini dilakukan untuk
membantu memastikan bahwa prosedur kerja mendukung tujuan, sasaran, dan ruang
lingkup audit.